Saat ini kita telah berada di bulan Sya’ban, beberapa minggu lagi insya Allah kita akan memasuki bulan Ramadhan. Ramadhan merupakan tamu agung yang senantiasa kita harapkan kedatangannya. Karena itu, tentu kita jauh-jauh hari mesti mempersiapkan diri guna menyambutnya.
Sudah kita ketahui bersama, bahwa manusia tidak akan melaksanakan sesuatu dengan baik kecuali jika ia mempersiapkan diri dengan baik pula. Begitupun agar kita mampu melaksanakan semua amalan di bulan Ramadhan; sangat penting kita mempersiapkan diri untuk itu. Keberhasilan kita pada bulan Ramadhan akan dipengaruhi sejauh mana kita mempersiapkan diri untuk menyambutnya.
Rasulullah saw dan para Sahabat sangat bersemangat menyambut datangnya bulan Ramadhan. Mereka sangat serius mempersiapkan diri agar bisa memasuki bulan Ramadhan dan melakukan segala amalan di dalamnya dengan penuh keimanan, keikhlasan, semangat, giat dan tidak merasakannya sebagai beban.
Berbagai persiapan dilakukan untuk menyambut Ramadhan, tamu yang istimewa ini. Persiapan penting yang harus kita lakukan adalah persiapan mental dan ilmu. Mempersiapkan diri secara mental tidak lain adalah mempersiapkan ruhiah kita serta membangkitkan suasana keimanan dan memupuk spirit ketakwaan kita. Cara paling manjur adalah dengan memperbanyak amal ibadah. Dalam hal ini, Rasulullah saw. telah memberikan contoh kepada kita semua. Nabi saw. memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban. Ummul Mukminin Aisyah ra. menuturkan:
Aku tidak melihat Rasulullah berpuasa sebulan penuh kecuali Ramadhan dan aku tidak melihat Beliau lebih banyak berpuasa dibandingkan dengan pada bulan Sya’ban (HR al-Bukhari dan Muslim).
Bahkan Rasulullah saw. menyambung puasa pada bulan Sya’ban itu dengan puasa Ramadhan. Ummul Mukminin Aisyah ra. menuturkan:
Bulan yang paling Rasul saw. sukai untuk berpuasa di dalamnya adalah Sya’ban, kemudian Beliau menyambungnya dengan (puasa) Ramadhan. (HR Abu Dawud, an-Nasa’i dan Ahmad).
Beberapa hadis di atas menjelaskan bahwa Rasulullah saw. banyak berpuasa pada bulan Sya’ban. Puasa pada bulan Sya’ban itu demikian penting dan memiliki keutamaan yang besar daripada puasa pada bulan lainnya, tentu selain bulan Ramadhan. Sedemikian penting dan utamanya sampai ‘Imran bin Hushain menuturkan, bahwa Rasul saw. pernah bertanya kepada seorang Sahabat:
“Apakah engkau berpuasa pada akhir bulan ini (yakni Sya’ban)?” Laki-laki itu menjawab, “Tidak.” Lalu Rasulullah saw. bersabda kepadanya, “Jika engkau telah selesai menunaikan puasa Ramadhan, maka berpuasalah dua hari sebagai gantinya.” (HR Muslim).
Hadis di atas menunjukkan dengan jelas keutamaan puasa sunnah pada bulan Sya’ban. Lalu apa hikmah dari puasa pada bulan Sya’ban itu?
Usamah bin Zaid pernah bertanya kepada Rasulullah saw.:
“Ya Rasulullah, aku tidak melihat engkau berpuasa pada bulan-bulan lain seperti engkau berpuasa pada bulan Sya’ban.” Rasul menjawab, “Bulan itu (Sya’ban) adalah bulan yang dilupakan oleh manusia, yaitu bulan di antara bulan Rajab dan Ramadhan. Bulan itu adalah bulan diangkatnya amal-amal manusia kepada Tuhan semesta alam. Aku suka amal-amalku diangkat, sementara aku sedang berpuasa.” (HR Abu Dawud dan an-Nasa’i; disahihkan oleh Ibn Khuzaimah).
Rasul saw. juga memposisikan puasa pada bulan Sya’ban itu sebagai persiapan untuk menjalani Ramadhan. Anas ra. menuturkan bahwa Nabi saw. pernah ditanya:
“Puasa manakah yang paling afdhal setelah puasa Ramadhan?” Rasul menjawab, “Puasa Sya’ban untuk mengagungkan Ramadhan.” (HR at-Tirmidzi).
Walhasil, puasa Sya’ban, di samping akan mendapatkan pahala yang besar dan keutamaan di sisi Allah, juga merupakan sarana latihan guna menyongsong datangnya Ramadhan. Al-Hafizh Ibn Rajab mengatakan, “Dikatakan tentang puasa pada bulan Sya’ban, bahwa puasa seseorang pada bulan itu merupakan latihan untuk menjalani puasa Ramadhan.
Hal itu agar ia memasuki puasa Ramadhan tidak dengan berat dan beban. Sebaliknya, dengan puasa Sya’ban, ia telah terlatih dan terbiasa melakukan puasa. Dengan puasa Sya’ban sebelumnya, ia telah menemukan lezat dan nikmatnya berpuasa. Dengan begitu, ia akan memasuki puasa Ramadhan dengan kuat, giat dan semangat.”
Para ulama salaf dulu sangat memperhatikan pelaksanaan semua amalan-amalan kebaikan pada bulan Sya’ban. Mereka, sejak memasuki bulan Sya’ban, telah memperbanyak membaca al-Quran, menelaah dan memahami isinya dan mentadabburi kandungannya. Bahkan Habib ibn Abi Tsabit, Salamah bin Kahil dan yang lain menyebut bulan Sya’ban ini sebagai Syahr al-Qurâ.
Bulan Sya’ban, Saatnya Intropeksi Diri
Marilah kita gunakan bulan Sya’ban ini untuk instrospeksi diri; sejauh mana kita telah bertindak dan bermuamalah sesuai dengan syariah yang telah Allah turunkan. Sudahkah kita pada bulan ini bergegas mempersiapkan diri guna menyambut datangnya Ramadhan yang sebentar lagi akan tiba? Ataukah kita malah termasuk orang yang melupakan bulan penting ini sebagaimana yang disinggung oleh Rasul saw. dalam hadis di atas?
Saatnyalah kita segera mempersiapkan diri sendiri, keluarga dan orang-orang yang ada di sekitar kita guna menyongsong datangnya Ramadhan. Caranya adalah dengan memperbanyak puasa serta membaca al-Quran sekaligus menelaah, memahami dan mentadabburi kandungannya.
Kita juga harus giat melakukan shalat malam serta memperbanyak sedekah dan amalan-amalan kebaikan lainnya. Agar kita nanti mampu menjalani Ramadhan dengan penuh makna, hendaknya kita pun menyiapkan program-program amal kebaikan yang akan kita lakukan selama bulan Ramadhan.
Lebih dari itu, bulan Ramadhan adalah bulan ketaatan; di dalamnya setiap Muslim dituntut untuk mengikatkan diri dengan seluruh syariah-Nya. Bulan Ramadhan adalah bulan murâqabah. Sebab, shaum yang dilakukan di dalamnya mengajari setiap Muslim untuk senantiasa merasa diawasi Allah.
Ramadhan juga adalah bulan pengorbanan di jalan Allah. Di dalamnya setiap Muslim dituntut untuk berkorban dengan menahan rasa lapar dan haus demi meraih derajat ketakwaan kepada-Nya. Takwa adalah puncak pencapaian ibadah shaum pada bulan Ramadhan. Perwujudan takwa secara individu tidak lain adalah dengan melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya.
Adapun perwujudan takwa secara kolektif adalah dengan menerapkan syariah Islam secara total dalam seluruh aspek kehidupan oleh seluruh kaum Muslim. Shaum Ramadhan tentu akan kurang bermakna jika tidak ditindaklanjuti oleh pelaksanaan syariah secara total dalam kehidupan, karena itulah wujud ketakwaan yang hakiki.
Terakhir, guna menambah kerinduan dan semangat kita mempersiapkan diri menyongsong Ramadhan, hendaklah kita mengingat dan merenungkan kembali pesan-pesan Rasul saw. yang pernah Beliau sampaikan pada akhir bulan Sya’ban. Salman al-Farisi menuturkan, bahwa Rasulullah saw. pernah berkhutbah pada akhir bulan Syaban demikian:
Wahai manusia, kalian telah dinaungi bulan yang agung, bulan penuh berkah, bulan yang di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Allah telah menjadikan puasa pada bulan itu sebagai suatu kewajiban dan shalat malamnya sebagai sunnah. Siapa saja yang ber-taqarrub di dalamnya dengan sebuah kebajikan, ia seperti melaksanakan kewajiban pada bulan yang lain. Siapa saja yang melaksanakan satu kewajiban di dalamnya, ia seperti melaksanakan 70 kewajiban pada bulan lainnya.
Bulan Ramadhan adalah bulan sabar; sabar pahalanya adalah surga. Ia juga bulan pelipur lara dan ditambahnya rezeki seorang Mukmin. Siapa saja yang memberikan makanan untuk berbuka kepada orang yang berpuasa, ia akan diampuni dosa-dosanya dan dibebaskan lehernya dari api neraka. Ia akan mendapatkan pahala orang itu tanpa mengurangi pahalanya sedikit pun.
Para Sahabat berkata, “Kami tidak memiliki sesuatu untuk memberi makan orang yang berpuasa puasa?”
Rasulullah saw. menjawab:
Allah akan memberikan pahala kepada orang yang memberi makan untuk orang yang berbuka berpuasa meski dia hanya memberi sebutir kurma, seteguk air minum atau setelapak susu.
Ramadhan adalah bulan yang awalnya adalah rahmah, pertengahannya adalah maghfirah dan akhirnya adalah pembebasan dari api neraka. Siapa saja yang meringankan hamba sahayanya, Allah akan mengampuninya dan membebaskannya dari api neraka. Perbanyaklah pada dalam Ramadhan empat perkara, dua perkara yang Tuhan ridhai dan dua perkara yang kalian butuhkan. Dua perkara yang Tuhan ridhai adalah kesaksian Lâ ilâha illâ Allâh Muhammad Rasûlullâh dan permohonan ampunan kalian kepada-Nya. Adapun dua perkara yang kalian butuhkan adalah: kalian meminta kepada Allah surga dan berlindung kepada-Nya dari api neraka. (HR Ibn Khuzaimah dalam Shahih Ibn Khuzaimah dan al-Baihaqi di dalam
Syu’âb al-Imân).
www.eramuslim.com